Halaman

Sabtu, 20 April 2013

Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Menurut AR. Fakhruddin, Muhammadiyah adalah organisasi Islam di Indonesia yang mempunya dasar Islam dan sifatnya sebagai gerakan. Muhammadiyah memiliki fungsi penting sebagai alat atau organisasi gerakan untuk mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupan. Oleh karena itu, Muhammadiyah bukanlah sekedar alat biasa tetapi sebagai kendaraan gerakan yang penting dan utama.
Dalam upaya mewujudkan maksud dan tujuan dari Muhammadiyah tentunya memerlukan berbagai usaha yang diwujudkan dalam amal usaha, program, dan kegiatan persyarikatan. Di situlah organisasi menjadi salah satu unsur yang penting dalam Muhammadiyah.
Sebagaimana disebutkan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, dinyatakan bahwa Muhammadiyah melancarkan gerakannya melalui sistem organisasi. Muhammadiyah merupakan organisasi tersistem. Bukan gerakan yang siapapun boleh keluar masuk tanpa tatanan (aturan), dan juga bukan gerakan perseorangan.
Sebagai sebuah organisasi, Muhammadiyah memiliki susunan organisasi sebagai tercantum dalam Anggaran Dasar. Anggaran Dasar (AD) serta Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah merupakan acuan atau rujukan yang digunakan dalam menjalankan roda organisasi. AD dan ART tersebut di perbaiki dan disahkan kembali pada setiap Muktamar.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 6
Cabang
1)      Cabang adalah kesatuan ranting-ranting dalam suatu tempat yang merupakan tempat pembinaan dan koordinasi ranting serta penyelenggara amal usaha dan pendayagunaan anggota[2], terdiri atas sekurang-kurangnya tiga ranting yang berfungsi:
a.       Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi ranting
b.      Penyelenggaraan pengelolaan Muhammadiyah
c.       Penyelenggaraan amal usaha
2)      Syarat pendirian cabang sekurang-kurangnya mempunyai:
a.       Pengajian/kursus berkala untuk anggota pimpinan cabang dan unsur pembantu pimpinannya, pimpinan ranting, serta pimpinan organisasi otonom tingkat cabang, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan.
b.      Pengajian/kursus muballigh/muballighat dalam lingkungan cabangnya, sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c.       Korps muballigh/muballighat cabang, sekurang-kurangnya sepuluh orang
d.      Taman pendidikan Al-Quran/Madrasah Diniyah/Sekolah Dasar
e.       Kegiatan dalam bidang social, ekonomi, kesehatan dan
f.       Kantor
3)      Pengesahan pendirian cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan wilayah atas usul ranting setelah memperhatikan pertimbangan pimpinan daerah
4)      Pendirian suatu cabang yang merupakan pemisahan dari cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan pimpinan cabang yang bersangkutan atau atas musyawarah daerah/musyawarah pimpinan tingkat daerah.
Pasal 7
Daerah
1)      Daerah adalah kesatuan cabang di kabupaten/kota yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga cabang yang berfungsi:
a.       Melakukan pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi cabang
b.      Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c.       Penyelenggaraan, pembianaan, dan pengawasan amal usaha
d.      Perencanaan program dan kegiatan
2)      Syarat pendirian daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
a.       Pengajian/kursus berkala untuk anggota pimpinan daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b.      Pengajian/kursus muballigh/muballighat tingkat daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c.       Pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d.      Korps/muballigh/muballighat daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e.       Kursus kader pimpinan tingkat daerah
f.       Sekolah lanjutan tingkat pertama/madrasah tsanawiyah
g.      Amal usaha dalam bidang social, ekonomi dan kesehatan
h.      Kantor
3)      Pengesahan pendirian daerah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul cabang setelah memperhatikan pertimbangan pimpinan wilayah
4)      Pendirian suatu daerah yang merupakan pemisah dari daerah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan musyawarah daerah/musyawarah pimpinan tingkat daerah.[3]
Pasal 8
Wilayah
1)      Wilayah adalah kesatuan daerah di provinsi yang terdiri dari atas sekurang-kurangnya tiga daerah yang berfungsi
a.       Pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi daerah
b.      Penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c.       Penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan amal usaha
d.      Perencanaan program dan kegiatan
2)      Syarat pendirian wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a.       Pengajian/kursus berkala untuk anggota pimpinan wilayah dan unsur pembantu pimpinannya serta pimpinan organisasi otonom tingkat wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b.      Pengajian/kursus muballigh/muballighat tingkat wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c.       Pemabahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d.      Korps muballigh/muballighat sekurang-kurangnya 30 orang
e.       Kursus kader pimpinan tingkat wilayah
f.       Sekolah menengah atas/madrasah aliyah/Mu’allimin/Mu’allimat/pondok pesantren
g.      Amal usaha dalam bidag social, ekonomi dan kesehatan
h.      Kantor
3)      Pengesahan pendirian wilayah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul daerah yang bersangkutan
4)      Pendirian suatu wilayah yang merupakan pemisahan dari wilayah yang telah ada dilakukan melalui dan atas keputusan musyawarah wilayah/musyawarah pimpinan tingkat wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat adalah kesatuan wilayah dalam Negara Republik Indonesia yang berfungsi:
a.       Melakukan pembianaan, pemberdayaan, dan koordinasi wilayah
b.      Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c.       Penyelenggaraan, pembinaan, dan pengawasan Amal usaha
d.      Perencanaan program dan kegiatan
Pasal 10
Pimpinan
Unsur pimpinan pusat sekurang-kurangnya terdiri dari sembilan orang yang dipilih dan ditetapkan oleh muktamar atas usulan sidang Tanwir.[4]
1)      Pimpinan pusat bertugas :
a.       Menetapkan kebijakan muhammadiyah berdasarkan keputusan muktamar dan tanwir ,serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya.
Menetapkan pendirian dan luas lingkungan pimpinan Wilayah, daerah cabang, dan ranting. Menetapkan unsur dan masa jabatan pimpinan wilayah. Mengadakan sidang tanwir.
b.      Membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya.
Membuat pedoman kerja bagi tiap pimpinan persyarikatan. Memberi tanda anggota Muhammadiyah kepada calon anggota yang telah disetujui melalui pimpinan Cabang yang bersangkutan.
c.       Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan wilayah
d.      Membina , membimbing , mengintergrasikan , dan mengkoordinasikan kegiatan unsur Pembantu Pimpinan  dan organisasi otonom tingkat pusat.
Mengesahkan anggaran dasar Organisasi otonom. Membuat laporan tahunan persyarikatan yang diumumkan melalui berita resmi persyarikatan.[5]
2)      Anggota pimpinan pusat dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan .
3)      Anggota pimpinan pusat harus berdomisili di kota tempat kantor pimpinan pusat atau di sekitarnya .
4)      Pimpinan pusat dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada tawir sebanyak- banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan pusat terpilih .selama menunggu keputusan tanwir ,calon tambahan anggota pimpinan pusat sudah dapat di jalankan tugasnya  atas tanggung jawab pimpinan pusat .
5)      Pimpinan pusat mengusulkan kepada tanwir calon pengganti ketua umum pimpinan pusat yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan .Selama menunggu ketetapan tanwir , ketua umum pimpinan pusat di jabat oleh seorang ketua atas keputusan pimpinan pusat .
Pasal 11
Pimpinan wilayah
Pimpinan Wilayah merupakan pimpinan persyarikatan dalam suatu wilayah dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kepemimpinan dari pimpinan pusat. Pimpinan wilayah sekurang-kurangnya sembilan orang yang ditetapkan oleh pimpinan pusat dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah dengan masa jabatan sama dengan masa jabatan  Pimpinan Pusat.[6]
1)      Pimpinan Wilayah bertugas :
a.       Menetapkan kebijakan muhammadiyah dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan pimpinan pusat, keputusan musyawarah wilayah, musyawarah pimpinan tingkat wilayah ,dan rapat pimpinan tingkat wilayah .
b.      Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan /instruksi pimpinan pusat dan unsur pembantu pimpinan .
c.       Membimbing dan  meningkatkan amal usaha serta keinginan daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya .
d.      Membina , membimbing , mengintegrasikan ,dan mengkoordinasikan kegiatan unsur pembantu pimpinan dan organisasi otonom tingkat wilayah.
2)      Pimpinan wilayah berkantor di ibukota  provinsi
3)      Anggota pimpinan wilayah dapat terdiri dari laki – laki dan perempuan .
4)      Anggota pimpinan  wilayah harus berdomisili di kota tempat kantor pimpinan wilayah atau sekitarnya.
5)      Pimpinan wilayah menunjuk seorang salah seorang wakil ketua untuk di tetapkan sebagai anggota tanwir apabila ketua pimpinan wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota  tanwir
6)      Pimpinan wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada musyawarah pimpinan wilayah sebanyak – banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan wilayah terpilih , kemudian dimintakan pengesahannya kepada pimpinan pusat.selama menuggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat wilayah dan ketetapan dari pimpinan pusat ,calon tambahan anggota pimpinan wilayah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggung jawab pimpinan wilayah .
7)      Pimpinan wilayah mengusulkan kepada musyawarah pimpinan wilayah calon pengganti ketua pimpinan wilayah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang massa jabatan untuk di tetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada pimpinan pusat .selama menunggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat wilayah dan ketetapan dari pimpinan pusat , ketua pimpinan wilayah di jabat oleh salah seorang wakil ketua atas putusan pimpinan wilayah.
Pasal 12
Pimpinan daerah
1)      Pimpinan daerah bertugas:
a.       Menetapkan kebijakan muhammadiyah dalam daerahnya berdasarkan kebijakan pimpinan di atasnya , keputusan musyawarah daerah , musyawarah pimpinan tingkat daerah , dan rapat pimpinan tingkat daerah
b.      Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi pimpinan pusat ,pimpinan wilayah , serta unsure pembantu pimpinannya .
c.       Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan cabang dalam daerahnya sesuai kewenangannya
d.      Membina, membimbing , dan mengintegrasikan , dan mengkoordinasikan kegiatan unsur pembantu pimpinan dan organisasi otonom tingkat daerah
e.       Memimpinn gerakan dan menjadikan daerah sebagai pusat administrasi serta pusat pembinaan sumberdaya manusia
2)      Pimpinan daerah berkantor di ibu kota kabupaten /kota .
3)      Anggota pimpinan daerah dapat terdiri dari laki – laki dan perempuan
4)      Anggota pimpinan daerah harus berdomisili dii kabupaten / kotanya .
5)      Pimpinan daerah menunjuk salah seorang wakil ketua untuk di tetapkan sebagai anggota musyawarah pimpinan tingkat wilayah apabila ketua pimpinan daerah tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota musyawarah pimpinan tingkat wilayah
6)      Pimpinan daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada musyawarah pimpinan daerah sebanyak – banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan daerah terpilih , kemudian di mintakan pengesahannya kepada pimpinan wilayah .selama menuggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat daerah dan ketetapan dari pimpinan wilayah , calon tambahan anggota pimpinan daerah sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggung jawab pimpinan daerah 
7)      Pimpinan daerah mengusulkan kepada musyawarah pimpinan daerah calon pengganti ketua pimpinan daerah yang karena sesuatu hal terhenti dalam tenggang masa jabatan untuk di tetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada pimpinan wilayah selama menunggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat daerah dan ketetapan dari pimpinan wilayah , ketua pimpinan daerah di jabat oleh salah seorang wakil ketua atas keputusan pimpinan daerah . 
Pasal 13
Pimpinan Cabang
1)      Pimpinan Cabang bertugas:
a.       Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam cabang berdasarkan kebijakan pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang
b.      Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan/instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c.       Membimbing dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan ranting dalam cabangnya sesuai kewenangannya
d.      Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat cabang
2)      Anggota Pimpinan Cabang dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
3)      Anggota Pimpinan Cabang harus berdomisili di Cabangnya
4)      Pimpinan cabang menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
5)      Pimpinan Cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih, kemudian dimintakan pengesahan kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
6)      Pimpinan cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan  untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah PImpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari pimpinan daerah, ketua pimpiunan cabang dijabat oleh salah seorang wakil ketua atas keputusan pimpinan cabang.[7]
Pasal 14
Pimpinan Ranting
1)      Pimpinan ranting bertugas:
a.       Menetapkan kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya, keputusan Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting.
b.      Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan/instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur pembantu Pimpinan.
c.       Membimbing dan meningkatkan kegiatan anggota dalam rantingnya sesuai dengan kewenangannya.
d.      Membina, membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi otonom tingkat Ranting.
2)      Anggota Pimpinan Ranting dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
3)      Anggota Pimpinan Ranting harus berdomisili di Rantingnya.
4)      Pimpinan ranting menunjuk salah seorang wakil ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat cabang apabila ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
5)      Pimpinan Ranting dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan ranting sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan Ranting terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari Pimpinan cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
6)      Pimpinan ranting mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan ranting calon pengganti Ketua Pimpinan Ranting yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada pimpinan  cabang. Selama menunggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat ranting dan ketetapan dari Pimpinan cabang, Ketua pimpinan ranting dijabat oleh salah seorang wakil Ketua atas Keputusan Pimpinan ranting.[8]
Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
1)      Syarat anggota Pimpinan Muhammadiyah:
a.       Taat beribadah dan mengamalkan ajaran islam.
b.      Setia pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah.
c.       Dapat menjadi teladan dalam Muhammadiyah.
d.      Taat pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah.
e.       Memiliki kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya.
f.       Telah menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya 1 tahun dan berpengalaman dalam kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah, wilayah dan pusat.
g.      Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan yang amal usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat
h.      Tidak merangkap jabatan dengan pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya, baik vertical maupun horizontal.
2)      Penyimpangan dan ketentuan ayat (1) butir f, g dan h pasal ini hanya dapat dilakukan atas keputusan pimpinan pusat.
3)      Pemilihan pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau formatur atas keputusan musyawarah masing-masing.
4)      Pelaksanaan pemilihan pimpinan dilakukan oleh panitia pemilihan dengan ketentuan:
a.       Panitia pemilihan pimpinan pusat ditetapkan oleh tanwir atas usul pimpinan pusat.
b.      Panitia pemilihan pimpinan wilayah, pimpianan daerah, pimpinan cabang dan pimpinan ranting ditetapkan oleh musyawarah pimpinan atas usul pimpinan Muhammadiyah pada semua tingkatan.
c.       Panitia pemilihan di angkat untuk satu kali pemilihan.
5)      Pelaksanaan pemilihan pimpinan di atur berdasarkan tata tertib pemilihan dengan ketentuan:
a.       Tata tertib pemilihan pimpinan pusat ditetapkan oleh tanwir atas usul pimpinan pusat.
b.      Tata tertib pemilihan pimpinan wilayah, daerah, cabang dan ranting ditetapkan oleh musyawarah pimpinan atas usul pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah adalah sambungan dari Anggaran Dasar Muhammadiyah, karena di dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah merupakan penjelasan pasal yang terdapat di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dan merupakan penjelasan dari pasal yang belum terdapat di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Edi, Sarwo. Lubis, K. Suharawardi. Konstitusi dan pedoman Bermuhammadiyah. Medan. UMSU. 2007.
Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. Yogyakarta. Surya Sarana Grafika, 2005.



[2] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005. Hal 67.
[3] Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. Yogyakarta. Surya Sarana Grafika, 2005. Hal 36
[4] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005. Hal 305.
[5] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005. Hal 306.
[6] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005. Hal 407.
[7]  Edi, Sarwo. Lubis, K. Suharawardi. Konstitusi dan pedoman Bermuhammadiyah. Medan. UMSU. 2007. Hal 29.
[8] Edi, Sarwo. Lubis, K. Suharawardi. Konstitusi dan pedoman Bermuhammadiyah. Medan. UMSU. 2007. Hal 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar