BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Menurut
AR. Fakhruddin, Muhammadiyah adalah organisasi Islam di Indonesia yang mempunya
dasar Islam dan sifatnya sebagai gerakan. Muhammadiyah memiliki fungsi penting
sebagai alat atau organisasi gerakan untuk mewujudkan ajaran Islam dalam
kehidupan. Oleh karena itu, Muhammadiyah bukanlah sekedar alat biasa tetapi
sebagai kendaraan gerakan yang penting dan utama.
Dalam
upaya mewujudkan maksud dan tujuan dari Muhammadiyah tentunya memerlukan
berbagai usaha yang diwujudkan dalam amal usaha, program, dan kegiatan
persyarikatan. Di situlah organisasi menjadi salah satu unsur yang penting
dalam Muhammadiyah.
Sebagaimana
disebutkan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, dinyatakan bahwa
Muhammadiyah melancarkan gerakannya melalui sistem organisasi. Muhammadiyah
merupakan organisasi tersistem. Bukan gerakan yang siapapun boleh keluar masuk
tanpa tatanan (aturan), dan juga bukan gerakan perseorangan.
Sebagai
sebuah organisasi, Muhammadiyah memiliki susunan organisasi sebagai tercantum
dalam Anggaran Dasar. Anggaran Dasar (AD) serta Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah merupakan acuan atau rujukan yang digunakan dalam menjalankan roda
organisasi. AD dan ART tersebut di perbaiki dan disahkan kembali pada setiap
Muktamar.[1]
BAB
II
PEMBAHASAN
Pasal 6
Cabang
1) Cabang
adalah kesatuan ranting-ranting dalam
suatu tempat yang merupakan tempat
pembinaan dan koordinasi ranting serta penyelenggara amal usaha dan
pendayagunaan anggota[2],
terdiri atas sekurang-kurangnya tiga ranting yang berfungsi:
a. Melakukan
pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi ranting
b. Penyelenggaraan
pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan
amal usaha
2) Syarat
pendirian cabang sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian/kursus
berkala untuk anggota pimpinan cabang dan unsur pembantu pimpinannya, pimpinan
ranting, serta pimpinan organisasi otonom tingkat cabang, sekurang-kurangnya
sekali dalam sebulan.
b. Pengajian/kursus
muballigh/muballighat dalam lingkungan cabangnya, sekurang-kurangnya sekali
dalam sebulan
c. Korps
muballigh/muballighat cabang, sekurang-kurangnya sepuluh orang
d. Taman
pendidikan Al-Quran/Madrasah Diniyah/Sekolah Dasar
e. Kegiatan
dalam bidang social, ekonomi, kesehatan dan
f. Kantor
3) Pengesahan
pendirian cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan
wilayah atas usul ranting setelah memperhatikan pertimbangan pimpinan daerah
4) Pendirian
suatu cabang yang merupakan pemisahan dari cabang yang telah ada dilakukan
dengan persetujuan pimpinan cabang yang bersangkutan atau atas musyawarah
daerah/musyawarah pimpinan tingkat daerah.
Pasal 7
Daerah
1) Daerah
adalah kesatuan cabang di kabupaten/kota yang terdiri atas sekurang-kurangnya
tiga cabang yang berfungsi:
a. Melakukan
pembinaan, pemberdayaan, dan koordinasi cabang
b. Penyelenggaraan,
pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan,
pembianaan, dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan
program dan kegiatan
2) Syarat
pendirian daerah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian/kursus
berkala untuk anggota pimpinan daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
b. Pengajian/kursus
muballigh/muballighat tingkat daerah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pembahasan
masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps/muballigh/muballighat
daerah, sekurang-kurangnya 20 orang
e. Kursus
kader pimpinan tingkat daerah
f. Sekolah
lanjutan tingkat pertama/madrasah tsanawiyah
g. Amal
usaha dalam bidang social, ekonomi dan kesehatan
h. Kantor
3) Pengesahan
pendirian daerah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul cabang setelah
memperhatikan pertimbangan pimpinan wilayah
4) Pendirian
suatu daerah yang merupakan pemisah dari daerah yang telah ada dilakukan
melalui dan atas keputusan musyawarah daerah/musyawarah pimpinan tingkat daerah.[3]
Pasal 8
Wilayah
1) Wilayah
adalah kesatuan daerah di provinsi yang terdiri dari atas sekurang-kurangnya
tiga daerah yang berfungsi
a. Pembinaan,
pemberdayaan, dan koordinasi daerah
b. Penyelenggaraan,
pembinaan dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan,
pembinaan dan pengawasan amal usaha
d. Perencanaan
program dan kegiatan
2) Syarat
pendirian wilayah sekurang-kurangnya mempunyai:
a. Pengajian/kursus
berkala untuk anggota pimpinan wilayah dan unsur pembantu pimpinannya serta
pimpinan organisasi otonom tingkat wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam
sebulan
b. Pengajian/kursus
muballigh/muballighat tingkat wilayah sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
c. Pemabahasan
masalah agama dan pengembangan pemikiran Islam
d. Korps
muballigh/muballighat sekurang-kurangnya 30 orang
e. Kursus
kader pimpinan tingkat wilayah
f. Sekolah
menengah atas/madrasah aliyah/Mu’allimin/Mu’allimat/pondok pesantren
g. Amal
usaha dalam bidag social, ekonomi dan kesehatan
h. Kantor
3) Pengesahan
pendirian wilayah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul daerah yang
bersangkutan
4) Pendirian
suatu wilayah yang merupakan pemisahan dari wilayah yang telah ada dilakukan
melalui dan atas keputusan musyawarah wilayah/musyawarah pimpinan tingkat
wilayah.
Pasal 9
Pusat
Pusat
adalah kesatuan wilayah dalam Negara Republik Indonesia yang berfungsi:
a. Melakukan
pembianaan, pemberdayaan, dan koordinasi wilayah
b. Penyelenggaraan,
pembinaan, dan pengawasan pengelolaan Muhammadiyah
c. Penyelenggaraan,
pembinaan, dan pengawasan Amal usaha
d. Perencanaan
program dan kegiatan
Pasal 10
Pimpinan
Unsur pimpinan pusat sekurang-kurangnya terdiri dari
sembilan orang yang dipilih dan ditetapkan oleh muktamar atas usulan sidang
Tanwir.[4]
1) Pimpinan
pusat bertugas :
a. Menetapkan
kebijakan muhammadiyah berdasarkan keputusan muktamar dan tanwir ,serta
memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya.
Menetapkan
pendirian dan luas lingkungan pimpinan Wilayah, daerah cabang, dan ranting. Menetapkan
unsur dan masa jabatan pimpinan wilayah. Mengadakan sidang tanwir.
b. Membuat pedoman kerja dan pembagian
wewenang bagi para anggotanya.
Membuat
pedoman kerja bagi tiap pimpinan persyarikatan. Memberi tanda anggota Muhammadiyah
kepada calon anggota yang telah disetujui melalui pimpinan Cabang yang
bersangkutan.
c. Membimbing
dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan wilayah
d. Membina
, membimbing , mengintergrasikan , dan mengkoordinasikan kegiatan unsur
Pembantu Pimpinan dan organisasi otonom
tingkat pusat.
Mengesahkan
anggaran dasar Organisasi otonom. Membuat laporan tahunan persyarikatan yang
diumumkan melalui berita resmi persyarikatan.[5]
2) Anggota
pimpinan pusat dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan .
3) Anggota
pimpinan pusat harus berdomisili di kota tempat kantor pimpinan pusat atau di
sekitarnya .
4) Pimpinan
pusat dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada tawir sebanyak- banyaknya
separuh dari jumlah anggota pimpinan pusat terpilih .selama menunggu keputusan
tanwir ,calon tambahan anggota pimpinan pusat sudah dapat di jalankan
tugasnya atas tanggung jawab pimpinan
pusat .
5) Pimpinan
pusat mengusulkan kepada tanwir calon pengganti ketua umum pimpinan pusat yang
karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan .Selama menunggu
ketetapan tanwir , ketua umum pimpinan pusat di jabat oleh seorang ketua atas
keputusan pimpinan pusat .
Pasal 11
Pimpinan wilayah
Pimpinan Wilayah merupakan pimpinan persyarikatan dalam
suatu wilayah dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kepemimpinan dari
pimpinan pusat. Pimpinan wilayah sekurang-kurangnya sembilan orang yang
ditetapkan oleh pimpinan pusat dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah
Wilayah dengan masa jabatan sama dengan masa jabatan Pimpinan Pusat.[6]
1) Pimpinan
Wilayah bertugas :
a. Menetapkan
kebijakan muhammadiyah dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan pimpinan pusat, keputusan
musyawarah wilayah, musyawarah pimpinan tingkat wilayah ,dan rapat pimpinan
tingkat wilayah .
b. Memimpin
dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan /instruksi pimpinan pusat dan unsur
pembantu pimpinan .
c. Membimbing
dan meningkatkan amal usaha serta
keinginan daerah dalam wilayahnya sesuai dengan kewenangannya .
d. Membina
, membimbing , mengintegrasikan ,dan mengkoordinasikan kegiatan unsur pembantu
pimpinan dan organisasi otonom tingkat wilayah.
2) Pimpinan
wilayah berkantor di ibukota provinsi
3) Anggota
pimpinan wilayah dapat terdiri dari laki – laki dan perempuan .
4) Anggota
pimpinan wilayah harus berdomisili di
kota tempat kantor pimpinan wilayah atau sekitarnya.
5) Pimpinan
wilayah menunjuk seorang salah seorang wakil ketua untuk di tetapkan sebagai
anggota tanwir apabila ketua pimpinan wilayah tidak dapat menunaikan tugasnya
sebagai anggota tanwir
6) Pimpinan
wilayah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada musyawarah pimpinan
wilayah sebanyak – banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan wilayah
terpilih , kemudian dimintakan pengesahannya kepada pimpinan pusat.selama
menuggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat wilayah dan ketetapan dari
pimpinan pusat ,calon tambahan anggota pimpinan wilayah sudah dapat menjalankan
tugasnya atas tanggung jawab pimpinan wilayah .
7) Pimpinan
wilayah mengusulkan kepada musyawarah pimpinan wilayah calon pengganti ketua
pimpinan wilayah yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang massa jabatan
untuk di tetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada pimpinan pusat .selama
menunggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat wilayah dan ketetapan dari
pimpinan pusat , ketua pimpinan wilayah di jabat oleh salah seorang wakil ketua
atas putusan pimpinan wilayah.
Pasal 12
Pimpinan daerah
1) Pimpinan
daerah bertugas:
a. Menetapkan
kebijakan muhammadiyah dalam daerahnya berdasarkan kebijakan pimpinan di
atasnya , keputusan musyawarah daerah , musyawarah pimpinan tingkat daerah ,
dan rapat pimpinan tingkat daerah
b. Memimpin
dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan / instruksi pimpinan pusat ,pimpinan
wilayah , serta unsure pembantu pimpinannya .
c. Membimbing
dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan cabang dalam daerahnya sesuai kewenangannya
d. Membina,
membimbing , dan mengintegrasikan , dan mengkoordinasikan kegiatan unsur
pembantu pimpinan dan organisasi otonom tingkat daerah
e. Memimpinn
gerakan dan menjadikan daerah sebagai pusat administrasi serta pusat pembinaan
sumberdaya manusia
2) Pimpinan
daerah berkantor di ibu kota kabupaten /kota .
3) Anggota
pimpinan daerah dapat terdiri dari laki – laki dan perempuan
4) Anggota
pimpinan daerah harus berdomisili dii kabupaten / kotanya .
5) Pimpinan
daerah menunjuk salah seorang wakil ketua untuk di tetapkan sebagai anggota
musyawarah pimpinan tingkat wilayah apabila ketua pimpinan daerah tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota musyawarah pimpinan tingkat wilayah
6) Pimpinan
daerah dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada musyawarah pimpinan daerah
sebanyak – banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan daerah terpilih ,
kemudian di mintakan pengesahannya kepada pimpinan wilayah .selama menuggu
keputusan musyawarah pimpinan tingkat daerah dan ketetapan dari pimpinan
wilayah , calon tambahan anggota pimpinan daerah sudah dapat menjalankan tugasnya
atas tanggung jawab pimpinan daerah
7) Pimpinan
daerah mengusulkan kepada musyawarah pimpinan daerah calon pengganti ketua
pimpinan daerah yang karena sesuatu hal terhenti dalam tenggang masa jabatan untuk
di tetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada pimpinan wilayah selama
menunggu keputusan musyawarah pimpinan tingkat daerah dan ketetapan dari
pimpinan wilayah , ketua pimpinan daerah di jabat oleh salah seorang wakil
ketua atas keputusan pimpinan daerah .
Pasal 13
Pimpinan Cabang
1) Pimpinan
Cabang bertugas:
a. Menetapkan
kebijakan Muhammadiyah dalam cabang berdasarkan kebijakan pimpinan di atasnya,
keputusan Musyawarah Cabang dan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang
b. Memimpin
dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan/instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan
Daerah, serta Unsur Pembantu Pimpinannya
c. Membimbing
dan meningkatkan amal usaha serta kegiatan ranting dalam cabangnya sesuai
kewenangannya
d. Membina,
membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Unsur Pembantu
Pimpinan dan Organisasi Otonom tingkat cabang
2) Anggota
Pimpinan Cabang dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
3) Anggota
Pimpinan Cabang harus berdomisili di Cabangnya
4) Pimpinan
cabang menunjuk salah seorang Wakil Ketua untuk ditetapkan sebagai anggota
Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah apabila Ketua Pimpinan Cabang tidak dapat
menunaikan tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
5) Pimpinan
Cabang dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan Cabang
sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih,
kemudian dimintakan pengesahan kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu
keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan
Daerah, calon tambahan anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya
atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
6) Pimpinan
cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan Cabang calon pengganti Ketua
Pimpinan Cabang yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa
jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan
pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah
PImpinan tingkat Cabang dan ketetapan dari pimpinan daerah, ketua pimpiunan
cabang dijabat oleh salah seorang wakil ketua atas keputusan pimpinan cabang.[7]
Pasal 14
Pimpinan Ranting
1) Pimpinan
ranting bertugas:
a. Menetapkan
kebijakan Muhammadiyah dalam Rantingnya berdasar kebijakan Pimpinan di atasnya,
keputusan Musyawarah Ranting, dan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting.
b. Memimpin
dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan/instruksi Pimpinan Pusat, Pimpinan
wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, serta Unsur pembantu Pimpinan.
c. Membimbing
dan meningkatkan kegiatan anggota dalam rantingnya sesuai dengan kewenangannya.
d. Membina,
membimbing, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan kegiatan Organisasi otonom
tingkat Ranting.
2) Anggota
Pimpinan Ranting dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.
3) Anggota
Pimpinan Ranting harus berdomisili di Rantingnya.
4) Pimpinan
ranting menunjuk salah seorang wakil ketua untuk ditetapkan sebagai anggota Musyawarah
Pimpinan tingkat cabang apabila ketua Pimpinan Ranting tidak dapat menunaikan
tugasnya sebagai anggota Musyawarah Pimpinan tingkat Cabang.
5) Pimpinan
Ranting dapat mengusulkan tambahan anggotanya kepada Musyawarah Pimpinan
ranting sebanyak-banyaknya separuh dari jumlah anggota pimpinan Ranting
terpilih, kemudian dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama
menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat Ranting dan ketetapan dari
Pimpinan cabang, calon tambahan anggota Pimpinan Ranting sudah dapat
menjalankan tugasnya atas tanggungjawab Pimpinan Ranting.
6) Pimpinan
ranting mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan ranting calon pengganti Ketua
Pimpinan Ranting yang karena sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan
untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada pimpinan cabang. Selama menunggu keputusan musyawarah
pimpinan tingkat ranting dan ketetapan dari Pimpinan cabang, Ketua pimpinan
ranting dijabat oleh salah seorang wakil Ketua atas Keputusan Pimpinan ranting.[8]
Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
1) Syarat
anggota Pimpinan Muhammadiyah:
a. Taat
beribadah dan mengamalkan ajaran islam.
b. Setia
pada prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah.
c. Dapat
menjadi teladan dalam Muhammadiyah.
d. Taat
pada garis kebijakan Pimpinan Muhammadiyah.
e. Memiliki
kecakapan dan berkemampuan menjalankan tugasnya.
f. Telah
menjadi anggota Muhammadiyah sekurang-kurangnya 1 tahun dan berpengalaman dalam
kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah bagi Pimpinan tingkat Daerah, wilayah
dan pusat.
g. Tidak
merangkap jabatan dengan pimpinan organisasi politik dan pimpinan yang amal
usahanya sama dengan Muhammadiyah di semua tingkat
h. Tidak
merangkap jabatan dengan pimpinan Muhammadiyah dan amal usahanya, baik vertical
maupun horizontal.
2) Penyimpangan
dan ketentuan ayat (1) butir f, g dan h pasal ini hanya dapat dilakukan atas
keputusan pimpinan pusat.
3) Pemilihan
pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau formatur atas keputusan
musyawarah masing-masing.
4) Pelaksanaan
pemilihan pimpinan dilakukan oleh panitia pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia
pemilihan pimpinan pusat ditetapkan oleh tanwir atas usul pimpinan pusat.
b. Panitia
pemilihan pimpinan wilayah, pimpianan daerah, pimpinan cabang dan pimpinan
ranting ditetapkan oleh musyawarah pimpinan atas usul pimpinan Muhammadiyah
pada semua tingkatan.
c. Panitia
pemilihan di angkat untuk satu kali pemilihan.
5) Pelaksanaan
pemilihan pimpinan di atur berdasarkan tata tertib pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata
tertib pemilihan pimpinan pusat ditetapkan oleh tanwir atas usul pimpinan
pusat.
b. Tata
tertib pemilihan pimpinan wilayah, daerah, cabang dan ranting ditetapkan oleh
musyawarah pimpinan atas usul pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anggaran Rumah
Tangga Muhammadiyah adalah sambungan dari Anggaran Dasar Muhammadiyah, karena
di dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah merupakan penjelasan pasal yang
terdapat di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dan merupakan penjelasan dari
pasal yang belum terdapat di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Edi, Sarwo. Lubis, K. Suharawardi. Konstitusi dan pedoman Bermuhammadiyah. Medan.
UMSU. 2007.
Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Muhammadiyah. Yogyakarta. Surya Sarana Grafika, 2005.
[1] http://blog.umy.ac.id/rhilla/2012/12/03/mengkaji-muhammadiyah-dalam-perspektif-idiologi-organisasi-gerakan/. 13 maret 2013. Pukul 16.53 Wib.
[2] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
Hal 67.
[3]
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. Yogyakarta. Surya Sarana
Grafika, 2005. Hal 36
[4] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
Hal 305.
[5] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
Hal 306.
[6] Yusuf, M. Yunan,dkk. Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005.
Hal 407.
[7] Edi, Sarwo. Lubis, K. Suharawardi. Konstitusi dan pedoman Bermuhammadiyah. Medan.
UMSU. 2007. Hal 29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar