PERTUMBUHAN
PEMIKIRAN ISLAM MUTAAKHIR
ISLAM
LIBERAL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK VI :
PUTRI
KHAIRANI
SURYA
YASTUTI
OSALIKA
WILSA SILVANA
PANGGANA
HASIBUAN
PEBRIANTA
P.A

FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
Komunitas macam apa sebenarnya JIL ini? Mengapa sampai ada
kelompok lain yang menyerukan kematiannya? Setarakah “bahaya Islam Liberal”
dengan jargon “bahaya narkoba” atau “bahaya laten komunis” yang pelakunya juga
kerap diganjar hukuman mati? GATRA pernah dua kali menggali tuntas komunitas
ini: Laporan Khusus Islam “Liberal Hadang Fundamentalisme” (8 Desember 2001)
dan Laporan Utama “Fatwa Mati Islam Liberal” (21 Desember 2002). Anggapan dan
ancaman terhadap JIL itu agaknya berlebihan.
Kemunculan JIL berawal dari kongko-kongko antara Ulil Abshar
Abdalla (Lakpesdam NU), Ahmad Sahal (Jurnal Kalam), dan Goenawan Mohamad (ISAI)
di Jalan Utan Kayu 68 H, Jakarta Timur, Februari 2001. Tempat ini kemudian
menjadi markas JIL. Para pemikir muda lain, seperti Lutfi Asyyaukani, Ihsan Ali
Fauzi, Hamid Basyaib, dan Saiful Mujani, menyusul bergabung.
Tujuan utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal
seluas-luasnya. “Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi
kemasyarakatan, maupun partai politik,” tulis situs islamlib.com. Lebih jauh
tentang gagasan JIL lihat: Manifesto Jaringan Islam Liberal.
JIL mendaftar 28 kontributor domestik dan luar negeri
sebagai “juru kampanye” Islam liberal. Mulai Nurcholish Madjid, Djohan Effendi,
Jalaluddin Rakhmat, Said Agiel Siradj, Azyumardi Azra, Masdar F. Mas’udi,
sampai Komaruddin Hidayat. Di antara kontributor mancanegaranya: Asghar Ali
Engineer (India), Abdullahi Ahmed an-Na’im (Sudan), Mohammed Arkoun (Prancis),
dan Abdallah Laroui (Maroko).
Jaringan ini menyediakan pentas –berupa koran, radio, buku,
booklet, dan website– bagi kontributor untuk mengungkapkan pandangannya pada
publik. Kegiatan pertamanya: diskusi maya (milis). Lalu sejak 25 Juni 2001, JIL
mengisi rubrik Kajian Utan Kayu di Jawa Pos Minggu, yang juga dimuat 40-an
koran segrup. Isinya artikel dan wawancara seputar perspektif Islam liberal.
Tiap Kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung dan
diskusi interaktif dengan para kontributornya, lewat radio 68H dan 15 radio
jaringannya. Tema kajiannya berada dalam lingkup agama dan demokrasi. Misalnya
jihad, penerapan syariat Islam, tafsir kritis, keadilan gender, jilbab, atau
negara sekuler. Perspektif yang disampaikan berujung pada tesis bahwa Islam
selaras dengan demokrasi.
Dalam situs islamlib.com dinyatakan, lahirnya JIL sebagai
respons atas bangkitnya “ekstremisme” dan “fundamentalisme” agama di Indonesia.
Seperti munculnya kelompok militan Islam, perusakan gereja, lahirnya sejumlah
media penyuara aspirasi “Islam militan”, serta penggunaan istilah “jihad”
sebagai dalil kekerasan.
JIL tak hanya terang-terangan menetapkan musuh pemikirannya,
juga lugas mengungkapkan ide-ide “gila”-nya. Gaya kampanyenya menggebrak,
menyalak-nyalak, dan provokatif. Akumulasi gaya ini memuncak pada artikel
kontroversial Ulil di Kompas yang dituding FUUI telah menghina lima pihak
sekaligus: Allah, Nabi Muhammad, Islam, ulama, dan umat Islam. “Tulisan saya
sengaja provokatif, karena saya berhadapan dengan audiens yang juga
provokatif,” kata Ulil.
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN
“Kita tidak perlu menghiraukan
nomenklatur. Tetapi jika sebuah nama harus diberikan padanya, marilah kita
sebut itu ‘Islam liberal’.” ( Asaf ‘Ali Asghar Fyzee [India, 1899-1981] ).
PERKENALAN istilah “Islam liberal” di Tanah Air terbantu
oleh peredaran buku Islamic Liberalism (Chicago, 1988) karya Leonard Binder dan
Liberal Islam: A Source Book (Oxford, 1998) hasil editan Charles Kurzman.
Terjemahan buku Kurzman diterbitkan Paramadina Jakarta, Juni 2001. Versi
Indonesia buku Binder dicetak Pustaka Pelajar Yogyakarta, November 2001.
Sebelum itu, Paramadina menerjemahkan disertasi Greg Barton
di Universitas Monash, berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia, April 1999.
Namun, dari ketiga buku ini, tampaknya buku Kurzman yang paling serius melacak
akar, membuat peta, dan menyusun alat ukur Islam liberal. Para aktivis Jaringan
Islam Liberal (JIL) juga lebih sering merujuk karya Kurzman ketimbang yang
lain.
Kurzman sendiri meminjam istilah itu dari Asaf ‘Ali Asghar
Fyzee, intelektual muslim India. Fyzee orang pertama yang menggunakan istilah
“Islam liberal” dan “Islam Protestan” untuk merujuk kecenderungan tertentu
dalam Islam. Yakni Islam yang non ortodoks; Islam yang kompatibel terhadap perubahan
zaman; dan Islam yang berorientasi masa depan, bukan masa silam.
“Liberal” dalam istilah itu, menurut Luthfi Assyaukanie,
ideolog JIL, harus dibedakan dengan liberalisme Barat. Istilah tersebut hanya
nomenklatur (tata kata) untuk memudahkan merujuk kecenderungan pemikiran Islam
modern yang kritis, progresif, dan dinamis. Dalam pengertian ini, “Islam
liberal” bukan hal baru. “Fondasinya telah ada sejak awal abad ke-19, ketika
gerakan kebangkitan dan pembaruan Islam dimulai,” tulis Luthfi.
Periode liberasi itu oleh Albert Hourani (1983) disebut
dengan “liberal age” (1798-1939). “Liberal” di sana bermakna ganda. Satu sisi
berarti liberasi (pembebasan) kaum muslim dari kolonialisme yang saat itu
menguasai hampir seluruh dunia Islam. Sisi lain berarti liberasi kaum muslim
dari cara berpikir dan berperilaku keberagamaan yang menghambat kemajuan.
Luthfi menunjuk Muhammad Abduh (1849-1905) sebagai figur
penting gerakan libaral pada awal abad ke-19. Hassan Hanafi, pemikir Mesir
kontemporer, menyetarakan Abduh dengan Hegel dalam tradisi filsafat Barat.
Seperti Hegel, Abduh melahirkan murid-murid yang terbagi dalam dua sayap besar:
kanan (konservatif) dan kiri (liberal).
Ada dua kelompok yang dikategorikan “musuh” utama Islam
liberal. Pertama, konservatisme yang telah ada sejak gerakan liberalisme Islam
pertama kali muncul. Kedua, fundamentalisme yang muncul akibat pergesekan Islam
dan politik setelah negara-negara muslim meraih kemerdekaannya.
Bila Luthfi mengembalikan semangat liberal pada abad ke-19,
aktivis JIL yang lain, Ahmad Sahal, menariknya pada periode sahabat. Rujukannya
Umar bin Khattab. Dialah figur yang kerap melakukan terobosan ijtihad. Umar
beberapa kali meninggalkan makna tekstual Al-Quran demi kemaslahatan
substansial. Munawir Sjadzali juga kerap merujukkan pikirannya kepada Umar
ketika memperjuangkan kesetaraan hak waris anak laki-laki dan perempuan.
Umar menjadi inspirator berkembangnya mazhab rasional dalam
bidang fikih yang dkenal sebagai madrasatu ra’yi. Dengan demikian, Sahal
menyimpulkan, Islam liberal memiliki genealogi yang kukuh dalam Islam.
Akhirnya, Islam liberal adalah juga anak kandung yang sah dari Islam.
Jaringan Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran
tertentu atas Islam dengan beberapa landasan khusus. Jaringan Islam Liberal
juga bisa diartikan sebagai forum intelektual terbuka yang mendiskusikan dan
menyebarkan liberalisme Islam di Indonesia. Forum ini bersekretariat di Teater
Utan Kayu, Jalan
Utan Kayu no. 68 H, Jakarta, sebidang tanah milik jurnalis dan intelektual
senior Goenawan Mohammad.
2. LATAR BELAKANG
Jaringan Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran
tertentu atas Islam dengan beberapa landasan khusus. Jaringan Islam Liberal
juga bisa diartikan sebagai forum intelektual terbuka yang mendiskusikan dan
menyebarkan liberalisme Islam di Indonesia. Forum ini bersekretariat di Teater
Utan Kayu, Jalan
Utan Kayu no. 68 H, Jakarta, sebidang tanah milik jurnalis dan intelektual
senior Goenawan Mohammad.
Maraknya JIL
dimasa reformasi bersamaan dengan keinginan kuat umat Islam
untuk menerapkan Syari'at Islam bukanlah suatu kebetulan, sepertinya JIL ini dibentuk untuk menghadang kelompok "Fundamentalis" yang ingin kembali kepada Islam secara Kaffah. Berikut ini mari kita coba telah lebih jauh apa itu JIL, tujuannya dan ide-ide yang diusungnya.
untuk menerapkan Syari'at Islam bukanlah suatu kebetulan, sepertinya JIL ini dibentuk untuk menghadang kelompok "Fundamentalis" yang ingin kembali kepada Islam secara Kaffah. Berikut ini mari kita coba telah lebih jauh apa itu JIL, tujuannya dan ide-ide yang diusungnya.
JIL yakni sebuah
kelompok dikomandoi oleh Ulil Absar Abdalla, seorang
yang dikenal sangat dekat dengan NU dan menantu seorang Kiai NU. Selain
Ulil, kontributor JIL yang lain adalah:
yang dikenal sangat dekat dengan NU dan menantu seorang Kiai NU. Selain
Ulil, kontributor JIL yang lain adalah:
·
Nurcholish Madjid, Universitas
Paramadina, Jakarta.
·
Azyumardi Azra, IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakart.
·
Masdar F. Mas'udi, Pusat Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat,
Jakarta.
Jakarta.
·
Goenawan Mohamad, Majalah Tempo,
Jakarta.
·
Djohan Effendi, Deakin University,
Australia.
·
Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari,
Bandung.
·
Moeslim Abdurrahman, Jakarta.
·
Nasaruddin Umar, IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
·
Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina,
Jakarta , dll.
Istilah Islam
liberal ini bukanlah hal yang baru dan telah diusung oleh
Nurcholis Madjid pada tahun 70-an, hanya saja gaungnya sekarang lebih
besar karena mereka didukung dana yang sangat besar dari luar negeri dan
mereka menguasai jaringan media massa (Radio, Jawa Pos, Kompas, Tempo,
Metro TV, dll.).
Nurcholis Madjid pada tahun 70-an, hanya saja gaungnya sekarang lebih
besar karena mereka didukung dana yang sangat besar dari luar negeri dan
mereka menguasai jaringan media massa (Radio, Jawa Pos, Kompas, Tempo,
Metro TV, dll.).
- POKOK-POKOK PEMIKIRAN
Menurut JIL,
nama "Islam liberal" menggambarkan prinsip-prinsip yang
menekankan kebebasan pribadi (seusai dengan doktrin kaum Mu'tazilah
tentang kebebasan manusia), dan "pembebasan" struktur sosial-politik
dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Sederhananya JIL ingin
mengatakan bahwa secara pribadi bebas (liberal) menafsirkan Islam sesuai
hawa nafsunya dan membebaskan (liberal) negara dari intervensi agama
(sekuler).
menekankan kebebasan pribadi (seusai dengan doktrin kaum Mu'tazilah
tentang kebebasan manusia), dan "pembebasan" struktur sosial-politik
dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Sederhananya JIL ingin
mengatakan bahwa secara pribadi bebas (liberal) menafsirkan Islam sesuai
hawa nafsunya dan membebaskan (liberal) negara dari intervensi agama
(sekuler).
Unik memang,
pada saat seseorang telah menyatakan menganut Islam maka ia
terikat dengan hukum syara' atau ia seorang mukhallaf dan ia tidak bebas
lagi (liberal) karena ucapan dan perilakunya telah dibatasi oleh
syari'at. Disisi lain bagaimana mungkin bisa menggabungkan antara Islam
dan Liberal karena keduanya adalah ideologi yang saling bertentangan.
Islam meyakini bahwa Syari'at Allah harus dijalankan diseluruh sisi
kehidupan, sedangkan Liberal meyakini pemisahan urusan agama dan negara.
terikat dengan hukum syara' atau ia seorang mukhallaf dan ia tidak bebas
lagi (liberal) karena ucapan dan perilakunya telah dibatasi oleh
syari'at. Disisi lain bagaimana mungkin bisa menggabungkan antara Islam
dan Liberal karena keduanya adalah ideologi yang saling bertentangan.
Islam meyakini bahwa Syari'at Allah harus dijalankan diseluruh sisi
kehidupan, sedangkan Liberal meyakini pemisahan urusan agama dan negara.
Kelompok ini
bertujuan ingin membuat suatu bentuk penafsiran baru atas
agama Islam dengan wawasan sebagai berikut :
agama Islam dengan wawasan sebagai berikut :
- Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Kami percaya, ijtihad (penalaran rasional atas teks-teks
keislaman) adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bertahan dalam segala
cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik terbatas atau keseluruhan, adalah ancaman
atas Islam, sebab Islam akan mengalami pembusukan. Kami percaya ijtihad bisa
diselenggarakan dalam semua segi, baik muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat
(ritual), maupun ilahiyyat (teologi).
- Mengutamakan semangat religio-etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad yang kami kembangkan berdasarkan semangat
religio-etik Quran dan Sunnah Nabi, bukan semata makna literal teks. Penafsiran
literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran berdasarkan semangat
religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian
peradaban kemanusiaan universal.
- Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Kami mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam
penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab penafsiran adalah
kegiatan manusiawi yang terkungkung konteks tertentu; terbuka, sebab setiap
penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural,
sebab penafsiran adalah cermin kebutuhan penafsir pada masa dan ruang yang
terus berubah.
- Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
Kami berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kaum
minoritas tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang
mengawetkan praktek ketidakadilan atas minoritas berlawanan dengan semangat
Islam. Minoritas dipahami dalam makna luas, mencakup minoritas agama, etnik,
ras, gender, budaya, politik, dan ekonomi.
- Meyakini kebebasan beragama.
Kami yakin, urusan beragama dan tidak beragama adalah hak
perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Kami tidak membenarkan
penganiayaan (persekusi) atas dasar pendapat atau kepercayaan.
- Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Kami yakin, kekuasaan agama dan politik harus dipisahkan.
Kami menentang negara agama (teokrasi). Kami yakin, bentuk negara yang sehat
bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang
tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan
publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk
kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus
diselenggarakan melalui proses konsensus.
Baiknya coba
kita permudah pembahasan ide-ide JIL ini dalam 3 topik
saja, yakni :
saja, yakni :
1.
Ijtihad : keterbukaan pintu ijtihad pada
semua bidang.
2.
Inklusifisme: kebenaran yang relatif,
terbuka dan plural.
3.
Sekuler: pemisahan otoritas duniawi dan
ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
1)
Ijtihad
JIL meyakini bahwa pintu ijtihad masih terbuka dalam semua bidang dan
untuk semua orang, penutupan pintu ijtihad akan menutup pintu akal dan
kreatifitas seseorang.
JIL meyakini bahwa pintu ijtihad masih terbuka dalam semua bidang dan
untuk semua orang, penutupan pintu ijtihad akan menutup pintu akal dan
kreatifitas seseorang.
Pintu ijtihad
memang masih terbuka hingga saat ini tetapi para ulama
telah memberikan batasan dalam hal apa saja boleh berijtihad dan syarat
seseorang mampu mengeluarkan ijtihad (mujtahid).
telah memberikan batasan dalam hal apa saja boleh berijtihad dan syarat
seseorang mampu mengeluarkan ijtihad (mujtahid).
Setiap orang
boleh saja berijtihad tetapi ulama memberikan syarat-syarat
seorang mujtahid, antara lain :
seorang mujtahid, antara lain :
- Pengetahuan
bahasa Arab, lafadz dan susunan (tarkib) yang
berhubungan dengan dalil-dalil hukum yang akan digali (istimbath). - Pengetahuan
terhadap syara' yakni nash (dalil) dari Al-Quran dan
Sunnah. - Pengetahuan terhadap waqi' yang akan dihukumi
Bahkan DR Yusuf
Qaradhawi (Masalah-masalah Islam kontemporer) memberikan syarat yang lebih
berat semisal pengetahuan bahasa Arab, mengetahui
tempat-tempat ijma' yang tepat, ushul fiqih, qiyas dan penyimpulan,
kaidah-kaidah syara'. Syarat lain harus adil, bertaqwa, tidak mengikuti
hawa nafsu atau menjual agamanya untuk kehidupan dunia. Dengan demikian menurut Yusuf Qaradhawi, ijtihad bukan pintu yang terbuka bagi semua orang.
tempat-tempat ijma' yang tepat, ushul fiqih, qiyas dan penyimpulan,
kaidah-kaidah syara'. Syarat lain harus adil, bertaqwa, tidak mengikuti
hawa nafsu atau menjual agamanya untuk kehidupan dunia. Dengan demikian menurut Yusuf Qaradhawi, ijtihad bukan pintu yang terbuka bagi semua orang.
Disisi lain
pintu ijtihad tertutup untuk nash-nash (dalil) qath'i tsubut
(sudah pasti dari segi wujud) dan qath'i dilalah (sudah pasti dari segi
petunjuk). Seperti dalil-dalil berikut :
(sudah pasti dari segi wujud) dan qath'i dilalah (sudah pasti dari segi
petunjuk). Seperti dalil-dalil berikut :
Orang perempuan
dan laki-laki yang berzina jilidlah masing-masing dari
keduanya seratus kali jilid (An Nur 2).Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah (Al Maaidah 38).
keduanya seratus kali jilid (An Nur 2).Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah (Al Maaidah 38).
Atau kewajiban
shalat, puasa, haji, adanya malaikat, syaithan, lauhul
mahfuz, akhirat, dll. disini akal tidak mampu lagi menjangkaunya dan
kita wajib mengimaninya sesuai dengan penjelesan Al-Quran dan sunnah.
mahfuz, akhirat, dll. disini akal tidak mampu lagi menjangkaunya dan
kita wajib mengimaninya sesuai dengan penjelesan Al-Quran dan sunnah.
Masalah
terbukanya pintu ijtihad ini merupakan gerbang utama bagi JIL
untuk menghancurkan syari'at Islam, karena jika berhasil meyakinkan umat
bahwa ijtihad masih terbuka untuk semua bidang dan setiap orang maka
mereka dapat menafsirkan ayat-ayat Allah dan hadits sesuai hawa nafsu
mereka. Seperti yang sempat dihebohkan beberapa waktu yang lalu tentang
"Jilbab tidak wajib dan merupakan kebudayaan Arab"; "Laki-laki non-muslim boleh mengawini muslimah"; "Kebebasan beragama atau murtad".
untuk menghancurkan syari'at Islam, karena jika berhasil meyakinkan umat
bahwa ijtihad masih terbuka untuk semua bidang dan setiap orang maka
mereka dapat menafsirkan ayat-ayat Allah dan hadits sesuai hawa nafsu
mereka. Seperti yang sempat dihebohkan beberapa waktu yang lalu tentang
"Jilbab tidak wajib dan merupakan kebudayaan Arab"; "Laki-laki non-muslim boleh mengawini muslimah"; "Kebebasan beragama atau murtad".
2)
Inklusifisme.
Inklusifisme
secara ringkas dapat diartikan tidak eksklusif atau tidak
merasa paling benar sendiri, dalam bahasa JIL bahwa agama itu seperti
roda yang mempunyai jari-jari. Setiap agama adalah jari-jari dari roda
tersebut, jika semua pemeluk agama (apapun agamanya) dan dia berbuat
saleh maka semuanya akan menuju kesatu titik poros roda tersebut yakni
syurga. Artinya, seorang Muslim, Nasrani, Hindu, Budha atau Konghucu,
bila menjalankan agama dengan benar (saleh) maka semuanya akan masuk
syurga. Hal ini jelas bertentangan dengan aqidah Islam, Innaddiina'indallahil
Islami.
merasa paling benar sendiri, dalam bahasa JIL bahwa agama itu seperti
roda yang mempunyai jari-jari. Setiap agama adalah jari-jari dari roda
tersebut, jika semua pemeluk agama (apapun agamanya) dan dia berbuat
saleh maka semuanya akan menuju kesatu titik poros roda tersebut yakni
syurga. Artinya, seorang Muslim, Nasrani, Hindu, Budha atau Konghucu,
bila menjalankan agama dengan benar (saleh) maka semuanya akan masuk
syurga. Hal ini jelas bertentangan dengan aqidah Islam, Innaddiina'indallahil
Islami.
“Sesungguhnya dien (agama/sistem
hidup) yang diridhai Allah adalah Islam
(Ali Imran 19)”.
(Ali Imran 19)”.
“Barangsiapa yang mengambil selain
Islam sebagai dien, tidak akan
diterima apapun darinya dan ia diakhirat tergolong orang yang rugi (Ali
Imran 85)”.
diterima apapun darinya dan ia diakhirat tergolong orang yang rugi (Ali
Imran 85)”.
Dengan konsep
yang menyesatkan ini, maka umat akan dengan mudah murtad
karena mereka merasa dengan memeluk selain Islam-pun mereka akan masuk
syurga juga.
karena mereka merasa dengan memeluk selain Islam-pun mereka akan masuk
syurga juga.
3)
Sekuler
Menurut JIL, Islam tidak mengenal pemerintahan dan agama tidak mempunyai kewenangan dalam mengatur negara. Jika kita ingin menerapkan Islam secara kaffah dalam semua sector kehidupan kita maka mau tidak mau harus memformalkan syari'at Allah swt yang terdapat dalam Al-Quran dan sunnah dalam bentuk Undang-undang (UU), dan sebuah UU tidak akan berjalan jika tidak dipayungi oleh sebuah pemerintahan (daulah). Hal ini-pun telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan khalifah-khalifah sesudah beliau.
Menurut JIL, Islam tidak mengenal pemerintahan dan agama tidak mempunyai kewenangan dalam mengatur negara. Jika kita ingin menerapkan Islam secara kaffah dalam semua sector kehidupan kita maka mau tidak mau harus memformalkan syari'at Allah swt yang terdapat dalam Al-Quran dan sunnah dalam bentuk Undang-undang (UU), dan sebuah UU tidak akan berjalan jika tidak dipayungi oleh sebuah pemerintahan (daulah). Hal ini-pun telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan khalifah-khalifah sesudah beliau.
Banyak
dalil-dalil yang mewajibkan terbentuknya sebuah Khilafah
Islamiyah ini.
Islamiyah ini.
Bila
dibai'at dua orang Khalifah (pada waktu yang sama), maka perangilah
orang yang kedua (Al-Hadist).
orang yang kedua (Al-Hadist).
Dan
kita sangat merindukan tegaknya kembali kekhilafahan Islam ini
setelah vakum selama 79 tahun, disaat runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di
Turki tahun 1924 M.
setelah vakum selama 79 tahun, disaat runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di
Turki tahun 1924 M.
Demikianlah
sepak terjang JIL dengan aqidah sesatnya dan menyesatkan
umat, dan merupakan tantangan bagi para hamilud dakwah untuk lebih
intensif berinteraksi dengan umat untuk mensosialisasikan betapa
pentingnya tegaknya syari'at Islam.
umat, dan merupakan tantangan bagi para hamilud dakwah untuk lebih
intensif berinteraksi dengan umat untuk mensosialisasikan betapa
pentingnya tegaknya syari'at Islam.
4. BAHAYA ISLAM LIBERAL
Islam
adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allah ta'ala kepada Rasul-Nya yang
terakhir Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:
'Dialah
yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.' (QS. 48: 28)
Diantara
firqah halikah adalah firqah Liberaliyah. Liberaliyah adalah sebuah paham yang
berkembang di Barat dan memiliki asumsi, teori dan pandangan hidup yang
berbeda.
Bahaya
Firqah Liberal
- Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh Allah.
- Mereka
lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada gelar-gelar keimanan
'Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman'. (QS. Al-Hujurat 11). - Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur an dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan jalan baru dalam menafsiri al-Qur an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual, Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal.
- Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat ijtihad yang ada dalam Islam.
- Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi sahallallahu alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orang-orang mukmin.
'Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.' (QS. An-Nisaa 115).
- Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada ilmu ulama.
Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri,
sebab mereka mengaku sebagai pembaharu bahkan super pembaharu yaitu neo
modernis. Allah berfirman:
Dan bila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,' mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,' mereka menjawab, 'Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman.' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al-Baqarah 11-13).
Dan bila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,' mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,' mereka menjawab, 'Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman.' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al-Baqarah 11-13).
- Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika, yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof. Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
- Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid ah dan setiap bid ah pasti memecah belah.
- Mereka memiliki basis pendidikan yang banyak melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan jaringan internasional dan dana yang cukup.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Islam liberal menurut Charless
Kurzman muncul
sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang
keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan
permurnian, kembali kepada al-Quran dan sunnah. Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal
melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti
adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan pcnduduknya. Hal ini juga
terjadi dikalangan Syiah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari
Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan
Djohan Efendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wachid. (Adiyan Husaini dalam
makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton. Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah
menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: Rasanya toleransi agama hanya
akan tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan
kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia,
yang kiranya merupakan inti setiap agama.[3][2]
PERKENALAN istilah “Islam liberal” di Tanah Air terbantu
oleh peredaran buku Islamic Liberalism (Chicago, 1988) karya Leonard Binder dan
Liberal Islam: A Source Book (Oxford, 1998) hasil editan Charles Kurzman.
Terjemahan buku Kurzman diterbitkan Paramadina Jakarta, Juni 2001. Versi
Indonesia buku Binder dicetak Pustaka Pelajar Yogyakarta, November 2001.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar